Adalah seorang pria berumur 42 tahun, menikah dan
sudah memiliki dua anak yang lucu-lucu. Aku ingin menceritakan pengalamanku sendiri dengan ibu tetanggaku
3 tahun yang lalu kepada pembaca sekalian.
Setiap sabtu malam minggu aku punya kebiasaan main
catur di rumah tetanggaku. Catur adalah salah satu dari sekian banyak hobiku
selain olahraga, membaca, otak-atik elektronik dan bercocok tanam. Aku biasanya
main catur dengan tetanggaku, seorang bujangan yang rumahnya tak jauh dari
rumahku. Tetanggaku itu tinggal hanya dengan ibunya saja. Kakak perempuannya
sudah menikah, dan tinggal dengan suaminya di lain kota. Hubunganku dengan
sahabatku terjalin sangat akrab, juga dengan ibunya. Kami saling menghormati
satu sama lain, meskipun beda usiaku dengan sang ibu hanya 5 tahun, dia 5 tahun
lebih tua dariku saat itu. Hingga terjadilah peristiwa itu, yang tak pernah
kusangka-sangka sebelumnya. Peristiwa yang akhirnya mengubah diriku 180
derajat.
Seperti pada sabtu sebelumnya, aku bermaksud main
ke rumahnya buat caturan. Kupamit pada istriku dan segera bergegas ke rumahnya.
Udara malam itu memang dingin sekali akibat hujan lebat selama 2 jam yang
terjadi sore tadi. Singkat kata aku sudah berada di pintu rumahnya. Kuketuk pintunya,
dan tak lama pintu itu terbuka. Ternyata si ibu yang membukanya.
“Oh Ibu, ada Barinya bu?” tanyaku ramah.
“Nak Surya? oh Barinya lagi pergi tuh…” jawab si
ibu sama ramahnya.
“Ke mana, Bu?”
“Ke pesta pernikahan teman SMUnya. Baru aja dia
jalan…”
“Oh gitu ya?” sahutku. “Kalau gitu, saya pamit aja
deh…”
“Oh, kenapa buru-buru, kan Nak Surya baru sampai?”
“Ah, nggak. Kalau Bari nggak ada, saya pamit aja
deh…”
“Ah, jangan terburu-buru begitu. Temani Ibu ya?”
Walau agak heran dengan permintaannya, aku akhirnya
menurut juga. Kuikuti dia masuk. Kamipun tak lama asyik berbincang-bincang di
ruang tamunya. Hingga akhirnya si ibu menawariku kopi.
“Oh iya, Nak. Keasyikan ngobrol jadi lupa nawari
minum. Sebentar saya siapkan dulu ya…”
“Ah, Ibu. Nggak usah repot-repot…”
“Ah, nggak kok. Masa repot?” kata si ibu sambil
tersenyum ramah. Setelah itu, dia segera beranjak ke dapur.
Sambil menunggu, kuambil koran terbitan hari ini
yang tergeletak di meja tamu lalu kubaca-baca. Sedang asyik kubaca koran itu,
tiba-tiba si ibu memanggil dari dapur.
“Nak… Nak, bisa saya minta tolong?”
“Oh, ada apa, Bu?”
Spontan aku segera beranjak dari sofa itu dan
langsung menghampirinya. Ternyata kompor gas si ibu agak macet dan dia
memintaku membetulkannya. Pas sedang membetulkannya, tak sengaja aku melihat ke
arah gundukan payudara si ibu. Saat itu si ibu sedang membungkuk
memperhatikanku yang sedang sibuk mengutak-atik kompor gasnya yang macet.
Apalagi si ibu hanya mengenakan daster yang belahan dadanya agak rendah. Aku
langsung terpana melihatnya. Selain besar, payudaranya juga tampak ranum dan
kenyal. Tak kusangka perempuan ini masih memiliki payudara seindah itu di
usianya yang tak muda lagi. Pemandangan indah itu membuat Kontolku mulai tegak
membesar dari balik celana jeans yang kukenakan tanpa kusadari. Aku begitu
terangsang melihat keindahan payudara si ibu.
Si ibu yang semula perhatiannya ke pekerjaanku,
tak urung kaget juga melihat perubahan ukuran Kontolku. Tapi anehnya, dia tak
juga merubah posisinya. Sepertinya dia sih tahu aku terangsang dengan kemolekan
payudaranya tapi dia tampak cuek saja, pura-pura tak tahu. Akhirnya setelah
berusaha sekuat tenaga mengendalikan malu sekaligus mengendalikan Kontolku
supaya tak semakin membesar ukurannya, selesai juga masalah kompor itu.
“Wah, Nak Surya hebat!” pujinya di sampingku.
“Ah, nggak masalah… cuma masalah kecil kok Bu”
sahutku.
“Kalau gitu ibu bisa minta tolong lagi?” katanya
sambil menatapku nakal dan tersenyum genit.
Walau aku sudah menduga apa yang akan dia minta
itu, tak urung hatiku berdebar-debar juga menanti pertanyaannya. Apalagi
kulihat dia semakin mendekatkan dirinya ke tubuhku.
“A.. aa… pa Bu?” lidahku mendadak kelu, menyadari
betapa dekat wajahnya denganku saat ini. Sambil mendesah, si ibu berkata parau,
“Ibu mau kamu cium ibu…” Belum sempat menyahut, dia langsung berjinjit, memeluk
leherku lalu mencium bibirku. Sejenak aku terkesiap, namun tak lama kemudian
kami sudah asyik berciuman di dapur itu. Hilang sudah akal sehatku setelah
bibirku bersentuhan dengan bibirnya yang tipis dan indah itu. Sambil asyik
berciuman, diraihnya tangan kananku untuk meremasi payudaranya di sebelah
kanan, sedangkan diarahkannya tangan kiriku ke pantatnya. Tangankupun langsung
bergerak terampil. Keduanya langsung bergerak nakal menjalari payudara dan pantatnya
yang ranum dan montok itu.
Si ibu tampak melenguh-lenguh merasakan nakalnya
tanganku meremasi payudara dan jari-jariku menyusuri belahan pantatnya. Di lain
pihak, tangan si ibu aktif meremasi Kontolku dari luar celanaku, membuat
juniorku itu semakin meradang saja ukurannya. Satu tangannya dia julurkan ke
dadaku untuk meremasi puting susuku yang tercetak jelas dari balik kemeja kaus
ketat yang kukenakan ini. Ketika nafsu kami semakin memuncak, dituntunnya aku
ke ruang keluarganya. Di sana dengan serempak, kami saling melucuti pakaian
masing-masing, sehingga tak lama kamipun sudah bugil.
Kupandangi dengan sepenuh nafsu tubuhnya yang
bugil itu. Luar biasa! Usia boleh kepala 4, tapi bodinya tak kalah dengan bodi
para perempuan yang lebih muda. Tanda-tanda ketuaan memang tak bisa ditutupi,
tapi secara garis besar, dia masih sangat menggiurkan bagi para lelaki mana
saja yang menatapnya. Apalagi kalau sudah bugil begini. Bahunya lebar,
payudaranya besar, ranum dan mengkal. Tak tampak tanda-tanda melorot seperti
payudara para wanita seusianya. Perutnya rata, nyaris tak ada lemaknya.
Pinggangnya bundar, pinggulnya montok. Kaki dan betisnya tampak mulus dan
kencang. Mungkin si ibu suka olahraga juga nih, makanya bodinya begitu terawat
dan indah.
Di lain pihak, si ibu tampak tak kalah kagumnya
melihatku telanjang. Maklumlah, hobi olahragaku yang sudah kutekuni sejak SD,
membuat fisikku menjadi sangat bugar. Otot-otot kekar nan liat tampak
bersembulan di sekujur tubuhku. Membuat banyak wanita sering kelimpungan kalau
melihatku telanjang.
“Tubuh Nak Surya keren banget deh… Ibu suka sama
lelaki macho kayak Nak Surya ini…” kata si ibu smabil menatapku penuh nafsu.
Dia mendekatiku lalu memelukku lagi. Kedua tangannya bergerak liar, meraba-raba
bukit dada dan perut simetrisku, lalu bergerak turun ke arah Kontolku. Sesaat
kemudian, kami kembali asyik berciuman liar dan saling meremas apa yang bisa
kami remas.
Hanya sebentar kami melakukan itu. Berikutnya,
kami saling membaringkan diri di atas karpet tebal di ruangan itu. Kami seakan
tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Kami membentuk posisi 69 dan tak
lama kami sudah asyik saling menjilati kemaluan lawan mainnya. Si ibu tampak
bersemangat mengulum kemaluanku sambil asyik mengocoknya. Sesekali dia ikut
menjilat dan meremasi kantung spermaku.
Rasanya sangat dahsyat kulumannya. Bahkan kuluman
istriku tidak sedahsyat kulumannya. Tampaknya si ibu ini benar-benar sudah lama
tidak disentuh lelaki, hingga kulumannya tampak begitu ganas. Di bawah sana,
lidah dan jari-jariku tak kalah aktifnya dengan tangan si ibu. Lidahku bergerak
naik-turun sambil menjilati bibir kemaluannya, labia mayoranya dan semua yang
ada di sekitarnya. Tangan kiriku asyik meremasi bokongnya, sedangkan jari-jari
tangan kananku asyik menusuki lubang memeknya.
Kami terus saling merangsang sambil mendesis-desis
penuh kenikmatan. Kami saling mencium, menjilat, meremas, dan menggigit dengan
rakusnya. Sampai akhirnya kami sendiripun merasa tidak tahan. Tanpa ada aba-aba
sebelumnya, serentak kami berubah posisi. Si ibu ambil posisi di bawah,
sedangkan aku bergerak menindih di atas tubuh moleknya. Sambil tersenyum mesum,
dia buka selangkangannya lebar-lebar. Memamerkan liang surganya yang sangat
indah nan menggiurkan itu. Membuat jakunku naik-turun berulang kali. Tak sabar
segera kutuntun Kontolku ke lubang memeknya. Kugesek-gesekkan sejenak kepala
Kontolku di bibir memeknya, sebelum akhirnya kudorong pelan.
“Ssleebb… ssleebbb… bblessshhh…” sedikit demi
sedikit Kontolku tertelan liang surganya, menimbulkan sensasi nikmat yang susah
digambarkan rasanya. Si ibu sendiri tampak meringis-ringis nikmat merasakan
sodokan kemaluanku yang hangat dan keras ini memasuki liang surganya.
Memek si ibu kurasakan masih sempit dan legit.
Tidak kalah dengan memek para gadis. Tampaknya si ibu sangat pintar dalam
menjaga kemaluannya itu. Membuat batang Kontolku yang ukurannya king size itu
tampak agak kesulitan menembusnya. Namun dengan rangsangan terus menerus dariku
di titik-titik erotisnya, akhirnya memek si ibu menyerah juga. Lorong yang
hangat itu terasa semakin basah seiring meluapnya cairan pelumasnya, akibat
rangsangan lidah dan tanganku di payudaranya.
Kontolku terus melaju hingga sampai di bagian
terdalam liang surganya. Lalu mulai kupompa dia. Aku bergerak dalam posisi
push-up di atasnya. Sementara pantatku bergerak maju-mundur mengebor memeknya.
Semakin lama gerak pantatku semakin kupercepat. Membuat jeritan erotis si ibu
semakin keras terdengar. Membuatku semakin bersemangat dalam menjajah lubang
kemaluannya.
Keringat mulai mengalir deras membasahi tubuh
bugil kami. Si ibu tampak menjerit-jerit keenakan dipompa senjataku. Sepasang
tangannya meremasi rambutku. Tak jarang tangan-tangan itu aktif mencakari
punggungku yang liat ini, membuat sedikit pedih di kulitnya karena kukunya yang
agak panjang itu. Aku sendiri tak mau kalah. Sambil terus memompa Kontolku
dalam-dalam, aku asyik mencumbui bibirnya yang seksi. Aku juga gigit-gigit
pelan lehernya yang mulus kulitnya itu. Sesekali aku menyusui sepasang
payudaranya yang menggiurkan itu secara bergantian. Pantat dan pinggul si ibu
tampak bergoyang-goyang liar menyambut sodokan Kontolku, membuatku nyaris gila
karena begitu nikmat pengaruhnya di batang Kontolku.
Sekitar 15 menit kemudian si ibu keluar. Dia
semakin erat memeluk tubuh atletisku yang basah kuyup oleh keringat kami
berdua. Kubiarkan dia beristirahat sejenak setelah orgasmenya itu. Kemudian
kembali kuserang dia. Kucoba bangkitkan gairahnya lagi dengan meremasi setiap
jengkal titik erotisnya. Tak lama kami sudah asyik berciuman dengan liarnya
sambil saling meremas dan meraba. Tak butuh lama untuk membangkitkan gairahnya.
Ciuman kami yang liar berhasil membuatnya panas kembali. Ketika aku hendak
menggaulinya lagi dengan posisi serupa, dia menggeleng.
Dia berdiri lalu memintaku untuk bercinta lagi di
posisi lain. Aku tersenyum mendengar permintaannya itu. Lalu segera kubopong
dia ke atas sofa di ruang keluarganya. Di sana kami masih sempat bergelut
sebentar sebelum dia bergerak lagi. Dia naik ke atas pangkuanku membelakangiku.
Dipegangnya batang Kontolku yang masih perkasa ini ke arah memeknya yang sudah
mulai basah kembali, lalu… “blesshhhh….” masuk sudah seluruh batang Kontolku
ditelan memeknya.
Pada posisi yang kedua ini, rasa nikmat yang kami
rasakan terasa luar biasa. Kemaluanku yang king size ini begitu menikmati
pijatan otot-otot memeknya si ibu. Di lain pihak si ibu tak henti-hentinya
mendesis kenikmatan. Kepalanya tampak bergoyang-goyang liar merasakan pompaan
Kontolku. Kepala kemaluanku yang besar ini rupanya berhasil sampai di mulut
rahimnya, dan memberikan kenikmatan tak terhingga baginya. Turun-naik,
keluar-masuk, memompa dan dipompa, menggoyang dan digoyang. Semakin lama
semakin liar dan cepat. Sambil memompa, tak henti-hentinya kuremasi payudaranya
yang montok itu dari belakang. Seperti tadi, sekitar 15 menit kupompa memeknya,
dia keluar lagi untuk yang kedua kalinya.
Sebelum aku keluar, kami sempat bercinta dalam 2
posisi lagi. Kami melakukannya dalam gaya berhadapan dan gaya anjing di sofa
itu. Aku berhasil membuatnya keluar sebanyak 2 kali. Masing-masing dalam setiap
gaya persetubuhan yang kami lakukan.
10 menit kemudian, setelah lebih dari sejam kami
bercinta, jebol juga pertahananku. Kutarik Kontolku keluar dari jepitan
memeknya semenit sebelum aku sampai di puncak. Lalu kusemburkan spermaku
berkali-kali ke wajah dan payudara si ibu. Spermaku yang kental dan banyak itu
membasahi wajah, leher, payudara dan rambutnya. Dikocoknya batangku,
seolah-olah dia tak puas dengan seluruh sperma yang kutumpahkan tadi. Setelahnya,
dia raih sperma-sperma itu untuk ditelannya hingga habis. Sisanya dia balurkan
ke dada dan kedua puting susuku, untuk dia jilati seperti seorang anak
menjilati sisa-sisa es krimnya. Membuatku meringis-ringis kegelian.
Puas
bercinta, kami sama terkapar di atas sofa. Kami bercanda sambil sesekali
berciuman dan saling meremas. Sesudahnya aku mandi di rumahnya untuk
membersihkan tubuhku dari sisa-sisa pergumulan dahsyat tadi, agar tidak
ketahuan istriku. Selesai mandi, si ibu membuatkanku teh manis hangat dengan
cemilan ringan. Kamipun berbincang-bincang sejenak seperti tidak ada terjadi
apa-apa di antara kami.
Begitu kudapannya habis dan aku hendak pamit, si
ibu buru-buru mencekal lenganku. Sambil menatapku genit, dia berpesan aku lebih
sering-sering mampir ke rumahnya. Aku hanya tersenyum saja mendengar
permintaannya itu. Dia lalu mencium bibirku dengan sepenuh perasaan. Dia juga
sempat meremas kemaluanku dari balik celana, sebelum dia melepasku di teras
rumahnya
Dalam perjalanan ke rumah, aku berkali-kali
menghembuskan nafas panjang. Aku tak pernah menyangka akhirnya aku berselingkuh
juga. Dengan wanita yang tak kusangka-sangka pula. Tetangga sekaligus ibu
sahabat baikku selama ini. Sebelumnya tak pernah sekalipun aku mengkhianati
istriku selama 15 tahun pernikahan kami. Banyak wanita di luar sana yang begitu
menarik, namun tak sedetikpun aku tertarik untuk berselingkuh dengan mereka.
Apalagi istriku juga termasuk wanita yang pandai memuaskanku di atas ranjang.
Kali ini semuanya terasa berbeda. Walaupun aku
sangat menyesal telah mengkhianati istriku, aku tak bisa membohongi diriku
sendiri kalau perselingkuhan itu ternyata nikmat juga. Sangat nikmat malah.
Ibarat kalau selama ini kita hanya makan ‘opor’ di rumah tangga kita, selingkuh
berarti kita makan ‘opor’ di luar sana, tetapi dengan variasi, rasa dan sensasi
yang berbeda.
Begitu aku sampai di depan pagar rumahku sendiri,
sesungging senyum tiba-tiba muncul di sudut bibirku. Aku merasa yakin, bahwa
perselingkuhan ini bukanlah yang pertama dan terakhir kalinya terjadi dalam
hidupku.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar