Mertuaku adalah seorang janda dengan kulit yang
putih, cantik, lembut, dan berwajah keibu ibuan, dia selalu mengenakan kebaya
jika keluar rumah. Dan mengenakan daster panjang bila didalam rumah, dan
rambutnya dikonde keatas sehingga menampakkan kulit lehernya yang putih
jenjang. Sebenarnya semenjak aku masih pacaran dengan anaknya, aku sudah jatuh
cinta padanya Aku sering bercengkerama dengannya walaupun aku tahu hari itu
pacarku kuliah. Diapun sangat baik padaku, dan aku diperlakukan sama dengan
anak anaknya yang lain. Bahkan tidak jarang bila aku kecapaian, dia memijat
punggungku.
Setelah aku kawin dengan anaknya dan memboyong
istriku kerumah kontrakanku, mertuaku rajin menengokku dan tidak jarang pula
menginap satu atau dua malam. Karena rumahku hanya mempunyai satu kamar tidur,
maka jika mertuaku menginap, kami terpaksa tidur bertiga dalam satu ranjang.
Biasanya Ibu mertua tidur dekat tembok, kemudian istri ditengah dan aku
dipinggir. Sambil tiduran kami biasanya ngobrol sampai tengah malam, dan tidak jarang
pula ketika ngobrol tanganku bergerilya ketubuh istriku dari bawah selimut, dan
istriku selalu mendiamkannya.
Bahkan pernah suatu kali ketika kuperkirakan
mertuaku sudah tidur, kami diam diam melakukan persetubuhan dengan istriku
membelakangiku dengan posisi agak miring, kami melakukankannya dengan sangat
hati hati dan suasana tegang. Beberapa kali aku tepaksa menghentikan kocokanku
karena takut membangunkan mertuaku. Tapi akhirnya kami dapat mengakhirinya
dengan baik aku dan istriku terpuaskan walaupun tanpa rintihan dan desahan
istriku.
Suatu malam meruaku kembali menginap dirumahku,
seperti biasa jam 21.00 kami sudah dikamar tidur bertiga, sambil menonton TV
yang kami taruh didepan tempat tidur. Yang tidak biasa adalah istriku minta ia
diposisi pinggir, dengan alasan dia masih mondar mandir kedapur. Sehingga
terpaksa aku menggeser ke ditengah walaupun sebenarnya aku risih, tetapi karena
mungkin telalu capai, aku segera tidur terlebih dahulu. Aku terjaga pukul 2.00
malam, layar TV sudah mati. ditengah samar samar lampu tidur kulihat istriku
tidur dengan pulasnya membelakangiku, sedangkan disebelah kiri mertuaku
mendengkur halus membelakangiku pula. Hatiku berdesir ketika kulihat leher
putih mulus mertuaku hanya beberapa senti didepan bibirku, makin lama tatapan
mataku mejelajahi tubuhnya, birahiku merayap melihat wanita berumur yang lembut
tergolek tanpa daya disebelahku..
Dengan berdebar debar kugeser tubuhku kearahnya
sehingga lenganku menempel pada punggungnya sedangkan telapak tanganku menempel
di bokong, kudiamkan sejenak sambil menunggu reaksinya. Tidak ada reaksi,
dengkur halusnya masih teratur, keberanikan diriku bertindak lebih jauh, kuelus
bokong yang masih tertutup daster, perlahan sekali, kurasakan birahiku
meningkat cepat. Penisku mulai berdiri dan hati hati kumiringkan tubuhku
menghadap mertuaku.
Kutarik daster dengan perlahan lahan keatas
sehingga pahanya yang putih mulus dapat kusentuh langsung dengan telapak
tanganku. Tanganku mengelus perlahan kulit yang mulus dan licin, pahanya keatas
lagi pinggulnya, kemudian kembali kepahanya lagi, kunikmati sentuhan jariku
inci demi inci, bahkan aku sudah berani meremas bokongnya yang sudah agak
kendor dan masih terbungkus CD.
Tiba tiba aku dikejutkan oleh gerakan mengedut
pada bokongnya sekali, dan pada saat yang sama dengkurnya berhenti.Aku
ketakutan, kutarik tanganku, dan aku pura pura tidur, kulirik mertuaku tidak
merubah posisi tidurnya dan kelihatannya dia masih tidur. Kulirik istriku, dia
masih membelakangiku, Penisku sudah sangat tegang dan nafsu birahiku sudah
tinggi sekali, dan itu mengurangi akal sehatku dan pada saat yang sama
meningkatkan keberanianku.
Setelah satu menit berlalu situasi kembali normal,
kuangkat sarungku sehingga burungku yang berdiri tegak dan mengkilat menjadi
bebas, kurapatkan tubuh bagian bawahku kebokong mertuaku sehingga ujung penisku
menempel pada pangkal pahanya yang tertutup CD. Kenikmatan mulai menjalar dalam
penisku, aku makin berani, kuselipkan ujung penisku di jepitan pangkal pahanya
sambil kudorong sedikit sedikit, sehingga kepala penisku kini terjepit penuh
dipangkal pahanya, rasa penisku enak sekali, apalagi ketika mertuaku mengeser
kakinya sedikit, entah disengaja entah tidak.
Tanpa meninggalkan kewaspadaan mengamati gerak
gerik istri, kurangkul tubuh mertuaku dan kuselipkan tanganku untuk meremas
buah dadanya dari luar daster tanpa BH. Cukup lama aku melakukan remasan
remasan lembut dan menggesekan gesekkan penisku dijepitan paha belakangnya. Aku
tidak tahu pasti apakah mertuaku masih terlelap tidur atau tidak tapi yang
pasti kurasakan puting dibalik dasternya terasa mengeras. Dan kini kusadari
bahwa dengkur halus dari mertuaku sudah hilang.., kalau begitu..pasti ibuku
mertuaku sudah terjaga..? Kenapa diam saja? kenapa dia tidak memukul atau
menendangku, atau dia kasihan kepadaku? atau dia menikmati..? Oh.. aku makin
terangsang.
Dan yang lebih mengejutkanku adalah dia tidak
menggeser bokongnya menjauhi tubuhku, tidak menyingkirkan penisku dari jepitan
pahanya dan apalagi membetulkan dasternya. Dia kembali memunggungiku meneruskan
tidurnya, aku makin yakin bahwa sebelumnya mertuaku menikmati remasanku di
payudaranya, hal ini menyebabkan aku berani untuk mengulang perbuatanku untuk
memeluk dan meremas buah dadanya. Tidak ada penolakan ketika tanganku
menyelusup dan memutar mutar secara lembut langsung keputing teteknya melalui
kancing depan dasternya yang telah kulepas. Walaupun mertuaku berpura pura
tidur dan bersikap pasif, tapi aku dengar nafasnya sudah memburu.
Cukup lama kumainkan susunya sambil kusodokkan
kemaluanku diantara jepitan pahanya pelan pelan, namun karena pahanya kering,
aku tidak mendapat kenikmatan yang memadai, Kuangkat pelan pelan pahanya dengan
tanganku, agar aku penisku terjepit dalam pahanya dengan lebih sempurna, namun
dia justru membalikkan badannya menjadi terlentang, sehingga tangannya yang
berada disebelah tangannya hampir menyetuh penisku, bersamaan dengan itu tangan
kirinya mencari selimutnya menutupi tubuhnya. Kutengok istri yang berada
dibelakangku, dia terlihat masih nyenyak tidurnya dan tidak menyadari bahwa
sesuatu sedang terjadi diranjangnya.
Kusingkap dasternya yang berada dibawah selimut,
dan tanganku merayap kebawah CDnya. Dan kurasakan vaginanya yang hangat dan
berbulu halus itu sudah basah. Jari tanganku mulai mengelus, mengocok dan
meremas kemaluan mertuaku. Nafasnya makin memburu sementara dia terlihat
berusaha untuk menahan gerakan pinggulnya, yang kadang kadang terangkat, kadang
mengeser kekiri kanan sedikit. Kunikmati wajahnya yang tegang sambil sekali
kali menggigit bibirnya. Hampir saja aku tak bisa menahan nafsu untuk mencium
bibirnya, tapi aku segera sadar bahwa itu akan menimbulkan gerakan yang dapat
membangunkan istriku.
Setelah beberapa saat tangan kanannya masih pasif,
maka kubimbing tangannya untuk mengelus elus penisku, walaupun agak alot
akhirnya dia mau mengelus penisku, meremas bahkan mengocoknya. Agak lama kami
saling meremas, mengelus, mengocok dan makin lama cepat, sampai kurasakan dia
sudah mendekati puncaknya, mertuakan membuka matanya, dipandanginya wajahku
erat erat, kerut dahinya menegang dan beberapa detik kemudian dia menghentakkan
kepalanya menengadah kebelakang. Tangan kirinya mencengkeram dan menekan
tanganku yang sedang mengocok lobang kemaluannya. Kurasakan semprotan cairan di
pangkal telapak tanganku. Mertuaku mencapai puncak kenikmatan, dia telah
orgasme. Dan pada waktu hampir yang bersamaan air maniku menyemprot kepahanya
dan membasahi telapak tangannya. Kenikmatan yang luar biasa kudapatkan malam
ini, kejadianya begitu saja terjadi tanpa rencana bahkan sebelumnya
membayangkanpun aku tidak berani.
Sejak kejadian itu, sudah sebulan lebih mertuaku
tidak pernah menginap dirumahku, walaupun komunikasi dengan istriku masih
lancar melalui telpon. Istriku tidak curiga apa apa tetapi aku sendiri merasa
rindu, aku terobsesi untuk melakukannya lebih jauh lagi. Kucoba beberapa kali
kutelepon, tetapi selalu tidak mau menerima. Akhirnya setelah kupertimbangkan
maka kuputuskan aku harus menemuinya. Hari itu aku sengaja masuk kantor separo
hari, dan aku berniat menemuinya dirumahnya, sesampai dirumahnya kulihat
tokonya sepi pengunjung, hanya dua orang penjaga tokonya terlihar asik sedang
ngobrol. Tokonya terletak beberapa meter dari rumah induk yang cukup besar dan
luas. Aku langsung masuk kerumah mertuaku setelah basa basi dengan penjaga
tokonya yang kukenal dengan baik. Aku disambut dengan ramah oleh mertuaku,
seolah olah tidak pernah terjadi sesuatu apa apa, antara kami berdua, padahal
sikapku sangat kikuk dan salah tingkah.
“Tumben tumbenan mampir kesini pada jam kantor?”
“Ya Bu”, soalnya Ibu nggak pernah kesana lagi sih”
Mertuaku hanya tertawa mendengarkan jawabanku.
“Ton. Ibu takut ah.. wong kamu kalau tidur
tangannya kemana mana.., Untung istrimu nggak lihat, kalau dia lihat.. wah..
bisa berabe semua nantinya..”
“Kalau nggak ada Sri gimana Bu..?” tanyaku lebih
berani.
“Ah kamu ada ada saja, Memangnya Sri masih kurang
ngasinya, koq masih minta nambah sama ibunya.”
“Soalnya ibunya sama cantiknya dengan anaknya”
gombalku.
“Sudahlah, kamu makan saja dulu nanti kalau mau
istirahat, kamar depan bisa dipakai, kebetulan tadi masak pepes” selesai
berkata ibuku masuk ke kamarnya.
Aku bimbang, makan dulu atau menyusul mertua
kekamar. Ternyata nafsuku mengalahkan rasa lapar, aku langsung menyusul masuk
kekamar, tetapi bukan dikamar depan seperti perintahnya melainkan kekamar tidur
mertuaku. Pelan pelan kubuka pintu kamarnya yang tidak terkunci, kulihat dia
baru saja merebahkan badannya dikasur, dan matanya menatapku, tidak
mengundangku tapi juga tidak ada penolakan dari tatapannya. Aku segera naik
keranjang dan perlahan lahan kupeluk tubuhnya yang gemulai, dan kutempelkan
bibirku penuh kelembutan. Mertuaku menatapku sejenak sebelum akhirnya
memejamkan matanya menikmati ciuman lembutku. Kami berciuman cukup lama, dan
saling meraba dan dalam sekejap kami sudah tidak berpakaian, dan nafas kami
saling memburu. Sejauh ini mertuaku hanya mengelus punggung dan kepalaku saja,
sementara tanganku sudah mengelus paha bagian dalam. Ketika jariku mulai
menyentuh vaginanya yang tipis dan berbulu halus, dia sengaja membuka pahanya
lebar lebar, hanya sebentar jariku meraba kemaluanya yang sudah sangat basah
itu, segera kulepas ciumanku dan kuarahkan mulutku ke vagina merona basah itu.
Pada awalnya dia menolak dan menutup pahanya erat
erat.“Emoh.. Ah nganggo tangan wae, saru ah.. risih..” namun aku tak
menghiraukan kata katanya dan aku setengah memaksa, akhirnya dia mengalah dan
membiarkan aku menikmati sajian yang sangat mempesona itu, kadang kadang
kujilati klitorisnya, kadang kusedot sedot, bahkan kujepit itil mertuaku dengan
bibirku lalu kutarik tarik keluar.“Terus nak Ton.., Enak banget.. oh.. Ibu wis
suwe ora ngrasakke penak koyo ngene sstt”Mertuaku sudah merintih rintih dengan
suara halus, sementara sambil membuka lebar pahanya, pinggulnya sering diangkat
dan diputar putar halus. Tangan kiriku yang meremas remas buah dadanya, kini
jariku sudah masuk kedalam mulutnya untuk disedot sedot.
Ketika kulihat mertuaku sudah mendekati klimax,
maka kuhentikan jilatanku dimemeknya, kusodorkan kontolku kemulutnya, tapi dia
membuang muka kekiri dan kekanan, mati matian tidak mau mengisap penisku. Dan
akupun tidak mau memaksakan kehendak, kembali kucium bibirnya, kutindih
tubuhnya dan kudekap erat erat, kubuka leber lebar pahanya dan kuarahkan ujung
penisku yang mengkilat dibibr vaginanya.
Mertuaku sudah tanpa daya dalam pelukanku,
kumainkan penisku dibibir kemaluannya yang sudah basah, kumasukkan kepala
penis, kukocok kocok sedikt, kemudian kutarik lagi beberapa kali
kulakukan.“Enak Bu?”“He eh, dikocok koyo ngono tempikku keri, wis cukup Ton,
manukmu blesekno sin jero..”“Sekedap malih Bu, taksih eco ngaten, keri sekedik
sekedik”“Wis wis, aku wis ora tahan meneh, blesekno sih jero meneh Ton oohh..
ssttss.. Ibu wis ora tahan meneh, aduh enak banget tempikku” sambil berkata
begitu diangkatnya tinggi tinggi bokongnya, bersamaan dengan itu kumasukkan
kontolku makin kedalam memeknya sampai kepangkalnya, kutekan kontolku dalam
dalam, sementara Ibu mertuaku berusaha memutar mutar pinggulnya, kukocokkan
penisku dengan irama yang tetap, sementara tubuhnya rapat kudekap, bibirku
menempel dipipinya, kadang kujilat lehernya, ekspresi wajahnya berganti ganti.
Rupanya Ibu anak sama saja, jika sedang menikmati sex mulutnya tidak bisa diam,
dari kata jorok sampai rintihan bahkan mendekati tangisan.
Ketika rintihannya mulai mengeras dan wajahnya sudah diangkat keatas aku segera tahu bahwa mertua akan segera orgasme, kukocok kontolku makin cepat.“Ton..aduh aduh.. Tempikku senut senut, ssttss.. Heeh kontolmu gede, enak banget.. Ton aku meh metu.. oohh.. Aku wis metu..oohh.”
Mertuaku menjerit cukup keras dan bersamaan dengan itu aku merasakan semprotan cairan dalam vaginanya. Tubuhnya lemas dalam dekapanku, kubiarkan beberapa menit untuk menikmati sisa sisa orgasmenya sementara aku sendiri dalam posisi nanggung.Kucabut penisku yang basah kuyup oleh lendirnya memekknya, dan kusodorkan ke mulutnya, tapi dia tetap menolak namun dia menggegam penisku untuk dikocok didepan wajahnya. Ketika kocokkannya makin cepat, aku tidak tahan lagi dan muncratlah lahar maniku kewajahnya.
Siang itu aku sangat puas demikian juga mertuaku, bahkan sebelum pulang aku sempat melakukannya lagi, ronde kedua ini mertuaku bisa mengimbangi permainanku, dan kami bermain cukup lama dan kami bisa sampai mencapai orgasme pada saat yang sama
===>ooo00O00ooo<===
Tidak ada komentar:
Posting Komentar